Kamis, 06 Desember 2007

PROGRAM “WORKSTATION” DAN PERANNYA DI SUM SEL


Oleh Drs.Azwar Idris, M.M
Guru SMK Negeri 2 - Tugas UPTD BLPT SumSel
Education Manager LPBMI-LP3I Palembang



Latar Belakang
Tuntutan terhadap peningkatan Sumber Daya Manusia ( SDM ) di era globalisasi saat ini sudah menjadi kenyataan yang harus dihadapi. Hampir dipastikan suatu negara dan bangsa akan survive manakala mereka memiliki sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas. Setidak-tidaknya ada tiga fenomena yang amat khas dan mencengangkan kita semua yaitu, persaingan yang semakin ketat, tuntutan akan perubahan dan kompleksitas. Bangsa yang mampu menghadapi ketiga fenomena ini akan memanfaatkan globalisasi sebagai “peluang'” dan bukan justru dianggap sebagai ancaman.
Untuk menghadapi situasi yang penuh persaingan, perubahan dan kompleksitas seperti yang dikemukakan diatas, pendidikan yang seharusnya menjadi jawaban ternyata tidak mampu berbuat banyak, Ini berarti dunia pendidikan kita perlu direkonstruksi ulang agar mampu menghasilkan SDM yang berani menghadapi berbagai problema kehidupan di masa datang.
Demikian pula di Sumatera Selatan, upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah lama dilakukan, berbagai inovasi di bidang pendidikan juga telah digulirkan melalui berbagai program pengembangan, apakah dalam bentuk Imbal Swa Daya, Peningkatan Kompetensi Guru Dan Alih Profesi serta program-program Diklat lainnya. Namun lagi-lagi fakta menunjukan bahwa mutu pendidikan di Sumatera Selatan masih belum meningkat secara signifikan.
Indikasi lain yang memperkuat keadaan tersebut adalah masih terdengar keluhan dari Dunia Usaha dan Industri bahwa lulusan kita yang memasuki dunia kerja ternyata belum memiliki kompetensi yang dipersyaratkan,. Hal ini sebagai akibat terbatasnya lapangan pekerjaan.
Kebijakan Pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas manusia Indonesia melalui program-program peningkatan keterampilan dan kompetensi cendrung diskriminatif dan lebih banyak terpusat di Pulau jawa. Sementara di Pulau Sumatera hanya ada satu-satunya PPPG di Medan dari dua belas ( 12 ) PPPG yang tersebar di seluruh Indonesia.
Berdasarkan berbagai kajian, kesenjangan yang selama ini terjadi paling tidak terletak pada tiga persoalan utama yakni :
1. Belum meratanya penyebaran sumber belajar ( pusat-pusat pelatihan ) di setiap provinsi yang memungkinkan banyak orang memiliki akses lansung untuk mengembangkan potensi dirinya.
2. Persepsi masyarakat Sum Sel pada umumnya tentang kemakmuran masih terbatas pada ketercukupan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Sementara kalangan birokrat dan politisi kita belum melihat bahwa pembangunan di bidang pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Akibatnya walaupun Undang Undang telah menetapkan 20% dana APBN yang seharusnya dialokasikan ke sektor pendidikan masih dipandang sebelah mata.
3. Belum ada Political Will yang kuat dari pemerintah untuk benar-benar menjadikan pendidikan sebagai sumber devisa bagi negara.

Tantangan dan sekaligus peluang tersebut diatas tentu memberi makna yang besar bagi peningkatan SDM wilayah Sumatera Selatan, manakala bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. UPTD BLPT melalui Surat Keputusan Gubernur nomor 42 tahun 2001 memantapkan Balai latihan Pendidikan Teknik ( BLPT ) sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas ( UPTD ) Pendidikan Nasioanl Provinsi Sumatera Selatan , dengan tugas pokok menyelenggarakan pelatihan dan praktik bagi siswa-siswa SMK dan berusaha mewujudkan harapan pemerintah pusat maupun daerah untuk melaksanakan peran tambahan sebagai ; 1) Pusat Belajar Guru / Instruktur SMK ( Teacher Learning Center ). 2) Tempat melaksanakan Ujii Kompetensi dan Sertifikasi bagi siswa SMK, 3) Melaksanakan Community College ( CC ), 4) Mengembangkan bahan Ajar dan pola pelatihan, 5) Melaksanakan pembinaan terhadap SMK di beberapa Kabupaten dan Kota se Sumatera Selatan.
Peran tambahan UPTD sebagaimana tersebut diatas bisa diwujudkan melalui Pengimplemetasian Program ”Workstation” UPTD BLPT Wilayah Provinsi Sumatera Selatan.

Program “Workstation” Wilayah Sumatera Selatan
Program Workstation adalah suatu program yang merupakan kebijakan pemerintah pusat dalam rangka memberdayakan potensi SDM dan potensi alam pada suatu wilayah tertentu. Program ini dimaksudkan untuk turut memberdayalkan potensi wilayah melalui pola kemitraan antara Direktorat Pembinaan SMK, PPPG Teknologi Bandung, dan Pemerintah Daerah beserta Dunia Usaha dan Industri yang terkait dan berperan sebagai stakeholder. Sementara pola pendanaan kegiatan tersebut dilakukan melalui pendekatan sharing antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Hal ini dimaksudkan untuk membangun komitmen pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi wilayah melalui pendidikan dan pelatihan ( diklat ) bagi pendidik dan tenaga kependidikan di wilayah Sumatera Selatan, serta memberdayaan potensi masyarakat agar daya saing wilayah dapat ditingkatkan secara optimal.
Progarm kegiatan dimaksud memberi peluang dibukanya pusat-pusat pelatihan khususnya di wialayah Sum Sel, seperti; Pusat pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan SMK ( Teacher Learning Center ), Pusat pelaksanakan Uji Kompetensi dan Sertifikasi bagi siswa SMK Negeri dan swasta se Sumatera Selatan, serta program strategis lainnya beruapa pelakasanaan Unit Produksi dan pengembangan bahan ajar.
Program ini bisa dilaksanakan melalui peningkatan peran dan fungsi UPTD BLPT dengan segala potensi SDM, sarana dan fasilitas praktik yang memadai, maka peluang kearah itu sangatlah besar.
Peran dan Manfaat “Workstation” Bagi Wilayah Sumatera Selatan.
Berdasarkan pengertiannya,”Workstation” merupakan sebuah lembaga fungsional yang berada di Kota / Kabupaten sebagai wadah pengkajian dan pengembangan SDM di Bidang Pendidikan secara profesional, melalui sinergi program antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dalam hal ini pemerintah pusat adalah PMPTK / PPPG lingkup kejuruan dan Daerah adalah Pemerintah Daerah / Dinas Pendidikan dimana workstation itu didirikan. Keberadaannya diharapkan dapat mendukung dan mempercepat pertumbuhan Daerah Sumatera Selatan melalui pengembangan SDM.
Dalam menjalankan fungsi dan perannya “ Workstation” sebagai lembaga miiik Pemerintah Daerah, diharapkan dengan segala potensi mulai dari institusi Daerah, Pusat dan Perguruan Tinggi ( PT ) yang memiliki kesamaan tujuan bersama-sama berupaya meningkatkan kualitas SDM di daerah sesuai dengan standar profesi yang berlaku.
Sedangakn manfaat yang diperoleh dari program “Workstation” ini adalah dalam rangka peningkatan pelayanan, potensi serta mutu SDM Wilayah Sumatera selatan dan sekitarnya melalui sinergi program pusat dan daerah dengan mobilisasi sumber daya PPPG Teknologi Bandung dan UPTD BLPT Sum Sel sebagai perpanjangan tangan dan sekaligus tempat “workstation” berada.

Palembang, 27 Desember 2006



BAGAIMANA MENUMBUH KEMBANGKAN INTRAPRENEUR PEMULA DIKALANGAN PENDIDIK


Drs. Azwar Idris, M.M
Guru SMK Negeri 2 Palembang
Education Manager LP3I Palembang



PENDAHULUAN

Sebenarnya Kata entrepreneur diambil dari bahasa Perancis yang berarti ’between taker’ atau ’Go between’ yang berarti ’Wiraswasta’. Sedangkan di Indonesia istilah ”wiraswasta” pertama kali dipopulerkan oleh Dr.Soeparman Soemahamidjaja pada awal tahun 1980. Kemudian pada zaman orde baru penggunaan istilah kewiraswastaan diganti dengan istilah wirausaha ( kewirausahaan ). Agar tidak membingungkan, penulis menggunakan istilah entrepreneur dalam pembahasan ini yang sudah menjadi istilah dunia.
Menurut Lloyd E./ Shefsky, dalam bukunya yang berjudul ”Entrtepreneurs are Made Not Born”, dalam Astamoen, ( 2005 : 51 ) Entrepreneur didefinisikan sebagai seseorang yang memasuki dunia bisnis apa saja tepat pada waktunya untuk membentuk atau mengubah pusat syaraf ( nerve centre ) bisnis tersebut secara sustansial.
Sedangkan definisi entrepreneur / wiraswasta berdasarkan hasil Lokakarya Sistem Pendidikan dan Pengembangan Kewiraswastaan di Indonesia Tahun 1978 dalam Astamoen, ( 2005 : 52 ) adalah sebagai berikut
” Pejuang kemajuan yang mengabdikan diri kepada masyarakat dengan wujud pendidikan ( edukasi ) dan bertekad dengan kemampuan sendiri , sebagai serangkaian kiat ( art ) kewirausahaan untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, memperluas lapangan kerja, turut berdaya upaya mengakhiri ketergantungan pada luar negeri, dan di dalam fungsi-fungsi tersebut selalu tunduk terhadap hukum lingkungannya”

Berdasarkan hasil kajian dan referensi yang mendukung, salah satu penyebab kurang cepatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah masih sedikitnya jumlah entrepreneur sebagai pelaku ekonomi , antara lain pengusaha, pedagang, industrialis dan lain-lain. Sebagai salah satu indikasi kearah itu di Indonesia pada tahun 2003 diperkirakan hanya memiliki 0,2 % atau sekitar tidak lebih dari 400.000 orang dari jumlah penduduk Indonesia sekarang ini. Pada hal negara-negara maju seperti Amerika Serikat pada tahun 1993 saja yang bependuduk 280 juta orang sudah terdapat lebih dari 6 juta pelaku bisnis, atau sekitar 2,14 % dari jumlah penduduknya.
Seseorang yang mempunyai wawasan, mental, dan jiwa entrepreneur tidak harus selalu menjadi entrepreneur dalam arti kata pengusaha, pedagang atau pebisnis. Mereka yang mempunyai status pegawai pun hendaknya bermental entrepreneur, yang oleh Gifford Pinchot III – pakar bidang manajemen dari Amerika Serikat dalam bukunya ”Intrapreneuring” dinamakan intrapreneur. Sebagaimana dikutip Zulkifli Karip.Erlangga,1988 hal.IX berikut :
” Para pengambil resiko dalam perusahaan itu banyak persamaannya dengan entrepreneur ( wiraswasta ) . Mereka melaksanakan gagasan baru atas resiko pribadi . Perbedaannya, mereka bukan berusaha di luar tetapi di dalam perusahaan besar. Saya menamakan mereka ”Entrepreneur”, yaitu singkatan saya untuk ”Intracorporate entrepreneur” ( Wiraswasta dalam perusahaan )
Istilah-istilah entrepreneur seperti ; intrapeneur, social entrepreneur, technopreneur, multypreneur, netpreneur dalam sebuah perusahaan besar merupakan suatu kebanggaan bahwa perusahaan tersebut memiliki pegawai yang mempunyai wawasan dan berjiwa entrepreneur untuk dapat mengambangkan perusahaan tempat mereka bekerja. Orang-orang seperti inilah yang perlu dikembangkan yakni sumber daya manusia yang berjiwa entrepreneur. Demikian juga negara yang kita cintai ini akan cepat maju bila memiliki birokrat-birokrat yang berjiwa entrepreneur sejati.
Untuk menumbuh kembangkan pelaku-pelaku bisnis atau entrepeneur tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini tak terlepas dari kultur bangsa berupa mental, attitude ( sikap ), norma-norma, pola pikir dan tindakan-tindakan. Oleh karena itu perlu perubahan, terobosan atau reformasi agar mau menjadi pelaku bisnis ( entrapreneur-entrapreneur ) pemula, utamanya para pendidik ( guru ) di lingkungan tempat mereka bekerja di sekolah.
Gerakan ini tdak perlu secara menyeluruh, tetapi cukup dalam suatu lingkungan yang kecil tempat dimana kita bekerja seperti; dilingkungan sekolah, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan swasta lainnya.
Contoh sederhana bisnis kependidikan ( entrapreneur ) di lingkungan sekolah, lembaga pendidikan swasta adalah dengan membuka produk-produk sampingan atau usaha-usaha sampingan berupa Unit Produksi ( UP ) Sekolah, Usaha perkoperasian, kursus-kursus singkat ( Program Reguler ) dan In House training ( IHT ). Sehingga secara lansung atau tidak lansung dapat memberikan nilai tambah baik bagi perusahaan/sekolah/lemabaga atau memberikan pengalaman bagi peningkatan jiwa dan mental entrapreneur dikalangan pegawai/ tenaga pendidik guru khususnya.

Pengembangan Unit Produksi ( UP ) di Sekolah-Sekolah Kejuruan ( SMK/BLPT ) dan Lembaga Kursus.
Salah satu dasar pemikiran terhadap eksistensi Unit Produksi ( UP ) di Sekolah-Sekolah Kejuruan ( SMK dan BLPT ) tidak lepas dari upaya memberikan dorongan kepada guru dan siswa melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat kreatif-inovatif agar menghasilkan produk yang berkompetitif, berwawasan ekonomi dan jiwa kewirausahaan bagi guru dan siswa di Sekolah Menengah Kejuruan SMK dan UPTD BLPT. Dengan demikian diharapkan sekecil apapun kegiatan di Sekolah-Sekolah Kejuruan hendaknya dapat dijadikan wahana untuk meningkatkan kebermaknaan hasil belajar siswa terutama dalam hal peningkatan kreatifitas.
Ada banyak usaha-usaha Unit Produksi ( UP ) yang dapat dilakukan oleh guru di sekolah-sekolah kejuruan diantaranya adalah ; mendisain pekerjaan-pekerjaan praktik yang berorentasi pasar, mendorong guru dan siswa untuk mengembangkan wawasan ekonomi dan jiwa kewiraswastaan di sekolah tempat mereka mengajar, serta upaya menciptakan Sekolah Kejuruan dan BLPT sebagai replika industri bagi dunia pendidikan kita. Belum lagi kegiatan-kegiatan ekstra lainnya seperti jasa sewa alat dan fasilitas yang saling menguntungkan, sarana dan prasarana, tenaga ahli dan konsultan di bidang keteknikan, serta program-program In House Training ( IHT ), koperasi guru dan pegawai, serta usaha-usaha produktif lainnya.
Akhirnya terpulang kepada semua kita kiranya tidak perlu menunggu hari esok untuk bisa menjadi seorang wirausaha ( entrepreneur atau entrapreneur ), apa yang bisa kita lakukan hari ini yang penting adalah bahwa kapan saja anda mau membuka usaha dan pada posisi apapun anda sekarang, adalah selalu berusaha melakukan perubahan dari mental pegawai ke mental entrepreneur atau intrapreneur sejati di kalangan pendidik / guru.

RETARDASI “KURSUS” JALUR PENDIDIKAN NON FORMAL DALAM FORMAT PROGRAM AKREDITASI

Oleh : Drs. Azwar Idris,MM
Guru SMK – UPTD BLPT SumSel
Education Manager LP3I – LPBMI Palembang





PENDAHULUAN

Kebijakan Pemerintah melalui Undang-undang Sistem pendidikan Nasional sebagaimana termaktub di dalam pasal 26 ayat 1 s.d 6 mengisyaratkan “ bahwa pendidikan Non Formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Kursus dan pelatihan ini diselengarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan dan kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja dan berusaha mandiri atau dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hasil pendidikan non Formal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui proses penyetaraan yang mengacu pada standar pendidikan nasional”.
Seiring dengan semangat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, pemerintah dalam hal ini baik tingkat Provinsi Sumatera Selatan maupun Pemerintah Kota Palembang telah melaksanakan program akreditasi bagi satuan pendidikan melalui jalur pendidikan formal mulai dari tingkat Sekolah Dasar ( SD ), Sekolah Menengah ( SMP ) dan Sekolah Menengah Umum ( SMU / SMK ) se Kota Palembang. Dan secara bertahap telah mendapat sertifikat akreditasi berdasarkan hasil penilaian oleh Badan Akreditasi Nasional melalui satuan, jenjang dan jalur pendidikan. Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah telah diakreditasi oleh BAN – S/M. Sementara program akreditasi bagi sekolah Non formal ( kursus ) terkesan mengalami retardasi dan keberadaannya masih dipandang sebelah mata. Ini tentu tidak kita inginkan dan bila terus dibiarkan merupakan pengingkaran terhadap amanah Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional kita No. 20 tahun 2003.
Pada hal secara tegas Sistem Pendidikan Nasional kita memberi peluang yang sama terhadap pendidikan sepanjang hayat, jaminan akan pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan efisiensi manajemen pendidikan. Sementara pasal 26 ayat 6 khususnya, memberikan isyarat kepada kita bahwa hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk dalam hal ini baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah dengan mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan. Pertanyaannya adalah sudah seberapa jauh jalur pendidikan non formal kita melangkah kedepan melalui proses penyetaraan dan kesamaan hak dalam memperoleh pendidikan standar minimal nasional yang diharapkan ?
Untuk mendukung standar minimal nasional pendidikan sebagimana yang kita diharapkan dalam undang-undang, maka pemerintah telah membentuk suatu badan yang disebut Badan Standar Nasional Pendidikan ( BSNP ) yakni suatu badan independen yang diberi tugas mengembangkan, mengatur dan mengevaluasi Standar Nasional Pendidikan. Oleh karenanya badan ini lebih bersifat mandiri dan profesional. Dalam menjalankan tugasnya BSNP memiliki beberapa kewenangan diantaranya adalah; 1) memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan, 2) Menyelenggarakan ujian nasional serta rumusan kriteria lulusan dari satuan pendidikan baik pada jalur pendidikan formal maupun pendidikan non formal serta, 3) Upaya pemerintah dalam mengembangkan Standar Nasional Pendidikan.
Diharapkan melalui rancangan peraturan pemerintah ( RPP ) yang merupakan penjabaran dari UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, sangat memungkinkan bagi lembaga-lembaga pendidikan non formal atau lembaga kursus menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan hidup sehingga kelak mampu mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki. Pada saat yang bersamaan diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas lulusannya. Adanya pengakuan formal berupa program akreditasi kursus, merupakan kebijakan paling strategis dalam rangka menuju proses penyetaraan pendidikan yang mengacu pada standar pendidikan nasional. Dengan demikian setelah melalui proses penilaian berdasarkan standar yang telah ditetapkan, lulusan dari lembaga kursus dalam format pendidikan non formal memiliki kualifikasi untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

PROGRAM AKREDITASI KURSUS JALUR PENDIDIKAN NON FORMAL

Sebagaimana halnya akreditasi yang telah dilaksanakan pada satuan pendidikan formal mulai dari tingkat Dasar ( SD ), tingkat Menengah ( SMP ) dan tingkat atas ( SMU / SMK ), akreditasi kursus dalam format jalur pendidikan non formal merupakan suatu kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh suatu badan yang disebut Badan Akreditasi Nasioanal ( BAN ) di tingkat provinsi atau Kabupaten / Kota.
Kehadirannya diperlukan untuk mengakreditasi atau menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan baik jalur pendidikan formal maupun pendidikan jalur non formal. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban objektif dan transparan yang lebih bersifat komprehensif oleh satuan pendidikan kepada publik.
Hal ini tentu dimaksudkan agar penyelenggaraan pendidikan non formal baik lembaga-lembaga kursus, dan pelatihan keterampilan tetap diberi porsi dan peluang yang sama dan pada akhirnya harus mermuara pada standar nasional pendidikan kita.
Menyikapi amanah sebagaimana tertuang dalam Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, khususnya pasal 26 ayat (2) tentang fungsi pendidikan non formal dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional dan ayat ( 5 dan 6 ) tentang kesempatan dan peluang lembaga kursus jalur pendidikan non formal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan pendidikan formal, serta tuntutan pasal 60 ayat 1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal ( kursus )_pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Oleh karena itu sudah seharusnyalah pemerintah Provinsi dan Kota melaksanakan program akreditasi kursus untuk pendidikan nonformal ( lembaga-lembaga kursus ) sebagaimana juga telah dilaksanakan untuk pendidikan formal. Tahapan dan prosedurnya bisa dengan terlebih dahulu mengidentifikasi keberadaan seluruh lembaga-lembaga kursus serta membuat usulan akreditasi kursus dari lembaga kursus yang bersangkutan dengan mengisi format/instrumen akreditasi ( borang akreditasi ) guna menentukan apakah lembaga tersebut memiliki kelayakan program sebagai bentuk akuntabilitas lembaga kursus kepada masyarakat. Format penilaian akreditasi kursus meliputi penilaian terhadap ; kelembagaan dan struktur organisasi, sarana dan prasarana yang tersedia, administrasi, warga belajar dan tenaga kependidikan, kurikulum dan kegiatan pembelajaran, peningkatan mutu dan sistem evaluasi hasil belajar dan sertifikasi serta kelulusan dan kemitraan dengan institusi pasangan. Dengan demikian proses kearah penyetaraan pendidikan di tanah air khususnya di Kota Palembang dapat terwujud seiring dengan peningkatan Sumber Daya Manusia Indonesia.


Palembang, 30 Maret 2007

“LPBMI” SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ALTERNATIF

DRS.AZWAR IDRIS,MM
EDUCATION MANAGER LPBMI


Salah satu rancangan peraturan pemerintah ( RPP ) yang merupakan penjabaran dari UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, sangat memungkinkan bagi lembaga-lembaga pendidikan non formal atau lembaga kursus menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan hidup sehingga kelak mampu mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki.
Pada pasal 26 ayat 5 dan 6 memberi kesempatan dan peluang kepada Lembaga Keterampilan dan Profesi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan hasil pendidikannya dapat dihargai setara dengan pendidikan formal setelah melalui proses penyetaraan.
Kehadiran Lembaga Pendidikan Bisnis dan Manajemen Indonesia disingkat LPBMI sebagai lembaga pendidikan alternatif, merupakan kelanjutan dari manajemen LP3I sebelumnya. Kehadiran lembaga LPBMI ini semata-mata merupakan proses pendewasaan menuju kemandirian lembaga yang lebih profesional dibidangnya. Diharapkan dengan pendidikan alternatif di bawah payung LPBMI dapat membantu program pemerintah daerah mengatasi tingkat pengangguran yang cendrung meningkat dimasa-masa mendatang.

10 ALASAN LPBMI PILIHAN TERBAIK PENDIDIKAN ALTERNATIF !

1. Penerapan Kurikulum tepat guna dan up to date dengan sistem pengajaran inovatif, kreatif dan aplikatif.
2. Pengajar sebagaian besar praktisi profesional dan akademisi berpengalaman
3. Fasilitas pendidikan sangat lengkap dan memenuhi standar pendidikan.
4. Rasio siswa peserta didik maksimum 25 orang perkelas
5. Mengutamakan bahasa asing ( English dan Jepang ) sebagai salah satu profil lulusannya
6. Telah memiliki jaringan dan kerja sama dengan institusi pasangan lebih dari 100 perusahaan lokal dan internasional.
7. Jaminan Praktik Kerja Produktif melalui program On The Job training ( OJT ) diperusahaan – perusahaan relasi
8. Sistem pengajaran melnggunakan pendekatan Link & Match dengan perbandingan 70 % praktik dan 30 Teori
9. Memiliki kelas ekslusif dan fasilitas internet, LCD di setiap kelas.
10. Dapat melanjutkan studi kejenjang yang lebih tinggi, Politeknik LP3I Dll.