Kamis, 06 Desember 2007

BAGAIMANA MENUMBUH KEMBANGKAN INTRAPRENEUR PEMULA DIKALANGAN PENDIDIK


Drs. Azwar Idris, M.M
Guru SMK Negeri 2 Palembang
Education Manager LP3I Palembang



PENDAHULUAN

Sebenarnya Kata entrepreneur diambil dari bahasa Perancis yang berarti ’between taker’ atau ’Go between’ yang berarti ’Wiraswasta’. Sedangkan di Indonesia istilah ”wiraswasta” pertama kali dipopulerkan oleh Dr.Soeparman Soemahamidjaja pada awal tahun 1980. Kemudian pada zaman orde baru penggunaan istilah kewiraswastaan diganti dengan istilah wirausaha ( kewirausahaan ). Agar tidak membingungkan, penulis menggunakan istilah entrepreneur dalam pembahasan ini yang sudah menjadi istilah dunia.
Menurut Lloyd E./ Shefsky, dalam bukunya yang berjudul ”Entrtepreneurs are Made Not Born”, dalam Astamoen, ( 2005 : 51 ) Entrepreneur didefinisikan sebagai seseorang yang memasuki dunia bisnis apa saja tepat pada waktunya untuk membentuk atau mengubah pusat syaraf ( nerve centre ) bisnis tersebut secara sustansial.
Sedangkan definisi entrepreneur / wiraswasta berdasarkan hasil Lokakarya Sistem Pendidikan dan Pengembangan Kewiraswastaan di Indonesia Tahun 1978 dalam Astamoen, ( 2005 : 52 ) adalah sebagai berikut
” Pejuang kemajuan yang mengabdikan diri kepada masyarakat dengan wujud pendidikan ( edukasi ) dan bertekad dengan kemampuan sendiri , sebagai serangkaian kiat ( art ) kewirausahaan untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat, memperluas lapangan kerja, turut berdaya upaya mengakhiri ketergantungan pada luar negeri, dan di dalam fungsi-fungsi tersebut selalu tunduk terhadap hukum lingkungannya”

Berdasarkan hasil kajian dan referensi yang mendukung, salah satu penyebab kurang cepatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah masih sedikitnya jumlah entrepreneur sebagai pelaku ekonomi , antara lain pengusaha, pedagang, industrialis dan lain-lain. Sebagai salah satu indikasi kearah itu di Indonesia pada tahun 2003 diperkirakan hanya memiliki 0,2 % atau sekitar tidak lebih dari 400.000 orang dari jumlah penduduk Indonesia sekarang ini. Pada hal negara-negara maju seperti Amerika Serikat pada tahun 1993 saja yang bependuduk 280 juta orang sudah terdapat lebih dari 6 juta pelaku bisnis, atau sekitar 2,14 % dari jumlah penduduknya.
Seseorang yang mempunyai wawasan, mental, dan jiwa entrepreneur tidak harus selalu menjadi entrepreneur dalam arti kata pengusaha, pedagang atau pebisnis. Mereka yang mempunyai status pegawai pun hendaknya bermental entrepreneur, yang oleh Gifford Pinchot III – pakar bidang manajemen dari Amerika Serikat dalam bukunya ”Intrapreneuring” dinamakan intrapreneur. Sebagaimana dikutip Zulkifli Karip.Erlangga,1988 hal.IX berikut :
” Para pengambil resiko dalam perusahaan itu banyak persamaannya dengan entrepreneur ( wiraswasta ) . Mereka melaksanakan gagasan baru atas resiko pribadi . Perbedaannya, mereka bukan berusaha di luar tetapi di dalam perusahaan besar. Saya menamakan mereka ”Entrepreneur”, yaitu singkatan saya untuk ”Intracorporate entrepreneur” ( Wiraswasta dalam perusahaan )
Istilah-istilah entrepreneur seperti ; intrapeneur, social entrepreneur, technopreneur, multypreneur, netpreneur dalam sebuah perusahaan besar merupakan suatu kebanggaan bahwa perusahaan tersebut memiliki pegawai yang mempunyai wawasan dan berjiwa entrepreneur untuk dapat mengambangkan perusahaan tempat mereka bekerja. Orang-orang seperti inilah yang perlu dikembangkan yakni sumber daya manusia yang berjiwa entrepreneur. Demikian juga negara yang kita cintai ini akan cepat maju bila memiliki birokrat-birokrat yang berjiwa entrepreneur sejati.
Untuk menumbuh kembangkan pelaku-pelaku bisnis atau entrepeneur tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini tak terlepas dari kultur bangsa berupa mental, attitude ( sikap ), norma-norma, pola pikir dan tindakan-tindakan. Oleh karena itu perlu perubahan, terobosan atau reformasi agar mau menjadi pelaku bisnis ( entrapreneur-entrapreneur ) pemula, utamanya para pendidik ( guru ) di lingkungan tempat mereka bekerja di sekolah.
Gerakan ini tdak perlu secara menyeluruh, tetapi cukup dalam suatu lingkungan yang kecil tempat dimana kita bekerja seperti; dilingkungan sekolah, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan swasta lainnya.
Contoh sederhana bisnis kependidikan ( entrapreneur ) di lingkungan sekolah, lembaga pendidikan swasta adalah dengan membuka produk-produk sampingan atau usaha-usaha sampingan berupa Unit Produksi ( UP ) Sekolah, Usaha perkoperasian, kursus-kursus singkat ( Program Reguler ) dan In House training ( IHT ). Sehingga secara lansung atau tidak lansung dapat memberikan nilai tambah baik bagi perusahaan/sekolah/lemabaga atau memberikan pengalaman bagi peningkatan jiwa dan mental entrapreneur dikalangan pegawai/ tenaga pendidik guru khususnya.

Pengembangan Unit Produksi ( UP ) di Sekolah-Sekolah Kejuruan ( SMK/BLPT ) dan Lembaga Kursus.
Salah satu dasar pemikiran terhadap eksistensi Unit Produksi ( UP ) di Sekolah-Sekolah Kejuruan ( SMK dan BLPT ) tidak lepas dari upaya memberikan dorongan kepada guru dan siswa melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat kreatif-inovatif agar menghasilkan produk yang berkompetitif, berwawasan ekonomi dan jiwa kewirausahaan bagi guru dan siswa di Sekolah Menengah Kejuruan SMK dan UPTD BLPT. Dengan demikian diharapkan sekecil apapun kegiatan di Sekolah-Sekolah Kejuruan hendaknya dapat dijadikan wahana untuk meningkatkan kebermaknaan hasil belajar siswa terutama dalam hal peningkatan kreatifitas.
Ada banyak usaha-usaha Unit Produksi ( UP ) yang dapat dilakukan oleh guru di sekolah-sekolah kejuruan diantaranya adalah ; mendisain pekerjaan-pekerjaan praktik yang berorentasi pasar, mendorong guru dan siswa untuk mengembangkan wawasan ekonomi dan jiwa kewiraswastaan di sekolah tempat mereka mengajar, serta upaya menciptakan Sekolah Kejuruan dan BLPT sebagai replika industri bagi dunia pendidikan kita. Belum lagi kegiatan-kegiatan ekstra lainnya seperti jasa sewa alat dan fasilitas yang saling menguntungkan, sarana dan prasarana, tenaga ahli dan konsultan di bidang keteknikan, serta program-program In House Training ( IHT ), koperasi guru dan pegawai, serta usaha-usaha produktif lainnya.
Akhirnya terpulang kepada semua kita kiranya tidak perlu menunggu hari esok untuk bisa menjadi seorang wirausaha ( entrepreneur atau entrapreneur ), apa yang bisa kita lakukan hari ini yang penting adalah bahwa kapan saja anda mau membuka usaha dan pada posisi apapun anda sekarang, adalah selalu berusaha melakukan perubahan dari mental pegawai ke mental entrepreneur atau intrapreneur sejati di kalangan pendidik / guru.

Tidak ada komentar: